Oleh: Dimas Dritt

Selalu menyenangkan ketika mengunjungi festival di kota ini, entah ada koneksi apa yang terbangun antara saya dan daerah istimewa. Terlalu banyak yang telah dilalui, dari bertemu kawan-kawan lama dan bejibun orang-orang baru, hingga setumpuk memori yang terpaksa hilang karena pengaruh etanol. Begitupun dengan kawan saya, Bangsat Permanen, ia selalu antusias untuk kembali dan kembali lagi kesana. Kali ini dalam hajatan tahunan festival Cherrypop tahun 2024 yang menarik perhatian karena beberapa penampil yang comeback setelah sekian lama, serta konsep set album esensial dari beberapa penampil secara full.

Bangsat Permanen memacu kendaraan roda dua dalam kondisi menyekik botol air mineral berisi cairan arak yang kadang ditenggak dari jam 11 siang menuju venue, jaraknya lumayan jauh dari tempatnya bernaung dan singgahnya untuk beberapa hari disini. Ia tidak menjadi joki, kawannya yang mengambil peran tersebut. Saya menyaksikan sendiri bagaimana ia sudah teler sejak matahari berada tepat berada di atas kepala menuju sore hari karena tubrukan senyawa kimia dalam bentuk cair dan padat.

Bajingan tengik satu ini sampai di venue ketika matahari sore menyemburkan radiasi yang terasa panas. Namun, tak terlalu menusuk di kulit.

“Cuaca riklobacker,” gumamnya.

Tak sembrono, ia tahu kapan waktunya untuk melumat senyawa padat berukuran mikro dengan sensasi mint tersebut. Akhirnya ia memilih preggy sebagai starter. Menyaksikan Jirapah di tiga lagu terakhir sebelum menutup set dengan “Planetarium”. Eleventwelfth sedang memainkan set, ia tertegun dan menikmati sembari sok-sokan menghitung time signature. Padahal saya tahu ia tak menguasai musik secara teori. Karena sudah sering meyaksikan, ia lebih memilih berkeliling di tengah set bersama kawannya, Katharina Lounger dan Zahira. Biancazepam bersama kawan yang lain lebih memilih melanjutkan hingga set mereka berakhir.

Dilema terjadi, ketika melihat jadwal Silampukau dan VMO tampil bentrokan. Ia tak perlu pikir panjang, VMO menjadi putusan tepat. Menggadai kesadaran pada sekelompok death-raver asal Negeri Matahari Terbit. Dari jarak yang lumayan jauh, Bangat Permanen bersama Katharina dan Zahira melumat secara oral post-alprakaliptikal, riklobacker, dan trek enam album “Peripheral Vision” milik Turnover sekaligus tanpa cicil menyicil.

Tibalah kebrutalan kawin silang paling haram antara black metal, hard-techno, gabber, noise, dan beberapa unsur eksperimental lain tanpa jeda tanpa ampun. Set panjang mereka tak terasa, Bangsat Permanen larut dalam gelap kosmos kimia total ancur lebur. Si bangsat mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah CD The Black Parade milik My Chemical Romance, terlihat berbisik lalu memberikannya dan dalam sepersekian detik lalu bercumbu bersama Katharina di tengah crowd death-ravers seakan tak peduli apapun dan berharap malam tak akan berakhir dan matahari tak akan pernah terbit lagi. Persetan julukan negara dari grup blekmetal caur ini berasal. Saya hanya senyum sendiri melihat tingkahnya dari jauh. Yang kurang disini hanyalah hujan darah dan melumuri seluruh tubuh dua sosok tersebut. Sialnya, sound saat VMO tampil terasa kurang prima menurut Bangat Permanen yang berada di bibir panggung dari awal set hingga akhir.

Selanjutnya saya selalu melihat mereka berdua, namun lebih sering Bangsat Permanen yang berkeliling tanpa tujuan melihat-lihat suasana sekitar. Kesadarannya sudah mulai hilang, sosoknya pun hilang entah kemana. Saya akhirnya menyaksikan Fstvlst di kandang sendiri, antusiasme crowd sangat memukau, sound yang tersaji pun sangat apik ketika mereka tampil. Koor massal ketika “Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan” mampu membuat saya takjub. Hari pertama ditutup dengan Morfem yang membawakan “Amatir” milik The Upstairs dan nomor-nomor andalan seperti “Jungir Balik”, “Tersesat Di Antariksa”, serta repertoar anthemik jagoan lainnya.

Lalu rumahsakit yang saya pun tak terlalu menyimak dengan seksama karena lebih memilih bersua dan bacot sembarang di belakang bersama Bangsat Permanen, Katharina Lounger, Biancazepam, Zahira, dan kawan-kawan lainnya. Saya selalu setuju bacotan sompral Bangsat Permanen yang berbunyi; “rumahsakit pasca Andri Lemes cabut, mereka udah lemes secara harfiah. Bahkan impoten!”

Di hari kedua saya melihat batang hidungnya lagi tepat ketika Rabu tampil dengan set album Renjana. Matahari layung senja tak menutup angkernya album tersebut ketika dibawakan, saya menyimak tiap lantunan di “Kemarau, Bunda, dan iblis” bersama Bangsat Permanen. Ia tidak penuh racau walaupun pil penenang pereda sakit mental dan kecemasannya sudah ditenggak melebihi dosis harian anjuran terapisnya. Yang mengganggu adalah, riuhnya penampilan di stage sebelah yang mengganggu ibadah penampilan menyaksikan folk menyan ini.

Tigapagi ketiban sial, mereka tak bisa merampungkan setnya. Hanya beberapa lagu yang dibawakan. Desas -desus karena manajemen waktu yang buruk dari penyelenggara. Sialan. Bangsat Permanen pun misuh dengan penuh kata-kata yang tak pantas untuk ditulis disini. Ia pun mereda, ya, setelah menenggak pil penenang. Lagi. Ia memiliki dunia sendiri di hari kedua, menyaksikan Majelis Lidah Berduri bersama Katharina, lalu tiba-tiba seketika teleportasi ke Laidback Cherry Gigs Stage saat Temaram sedang tampil.

Sebuah unit metal teler tempo lambat nan heavy yang sangat menarik perhatiannya hingga ia pun tak beranjak sampai akhir set mereka, ia merasuk dan tersesat ke dalam labirin tanpa akhir yang ada di dalam kepalanya. Total nrimo ing pangdoom! Hingga akhirnya menumpahkan kegetiran, rasa cemas, dan tendensi bunuh diri sembari menyaksikan pionir skramz/emo dalam kancah lokal, LKTDOV, jika ada benda tajam saya yakin ia akan menyayat pergelangan tangannya tanpa ragu dan pikir panjang.

Akhirnya ia kembali ke kerumunan kawan dan beristirahat sejenak menikmati Sigit dan Adams yang sedang tampil dari kejauhan. Bincang santai, kadang serius namun lebih banyak ngawurnya. Mengeluhkan soal sound yang tak maksimal untuk festival skala besar. Banyak kendala teknis. Amplifier Sukatani njeblug di tengah penampilan. Sangat disayangkan. Sebagai penutup Seringai tampil terakhir dengan set High Octane Rock, saya sempat melihat Bangsat Permanen dan Katharina Lounger berdiri dan melangkah menuju moshpit. Mereka kesetanan. Ia girang ketika “Jealous Again” milik Black Flag digeber. Setidaknya Seringai menutup festival ini dengan sound mumpuni, karena sejak hari pertama yang selalu saya dan Bangsat Permanen keluhkan adalah hal tersebut. Ya, selepas Seringai tampil saya pun tak melihat lagi batang hidung Bangsat Permanen, Katharina, Biancazepam bahkan Zahira.

Radio

Video

EMA 2024 Volume 3 "YOUTH MOVEMENT"

Extreme Moshpit "Live!" w/ MAIO

Extreme Moshpit "Live!" w/ Sengat

Extreme Moshpit "Live!" w/ IRON VOLTAGE

Extreme Moshpit "Live!" w/ THE PANTURAS

Extreme Moshpit "Live!" w/ For Revenge

Extreme Moshpit "Live!" w/ Undelayed

Issue